Dinamika Konflik Aliran Sunni dan Syiah di Madura
Oleh: Hafsah Amalia Madura adalah wilayah yang terletak di Jawa Timur bagian utara, sebagai darah kepulauan Madura ia berpegang teguh, bahwa ketika hati tergores maka tiada obat sebagai penyembuhnya, akan tetapi jika tergores dagingnya(luka fisik) maka dapat diobati dengan dijahit. Problem dan konflik dalam Masyarakat akan terus berlanjut dan mengalami dinamika yang terus berkembang. Pergolakan ini sebagai saksi sejarah bahwa perbedaan ideologi dapat menjadikan pertentangan antar Masyarakat. Masyarakat dominan (aliran sunni) menganggap bahwa aliran Syiah disekitarnya beryakinan dengan adat yang salah, hal itu menjadikan awal mula pertikaian. Sebagai komunitas mayoritas aliran Sunni ia akan terus berkomitmen kepada keyakinanannya sehingga adat yang dilakukan adalah arah yang benar. Aliran Syiah yang bertempat di Madura desa Omben mengalami rasa tersudutkan karena ajaran yang dilakukannya tidak dapat diterima oleh Masyarakat disekitarnya, akhirnya timbul pergolakkan yang menjadikan isu perbincangan di kalangan banyak orang. Untuk mengetahui sebuah permasalahan yang dapat dibicarakan dengan hasil yang konkrit perlu dengan menelisik permasalahan tersebut dengan detail. Terkadang banyak berita yang telah terpaparkan namun dari satu berita dengan berita yang lain mengalami perbedaan sehingga sulit untuk mengetahui mana berita yang paling sesuai. Perlu adanya observasi dan wawancara sebagai bukti pengetahuan. Perlu juga banyak membaca dari berbagai referensi sebagai penguat untuk mengetahui darimana sisi yang dapat menimbulkan konflik permasalahan. Pertikaian Masyarakat Madura yang terjadi berdampak pada masalah sosial. Terpecahnya hubungan ini dimana dari salah satu harus meninggalkan tempat kelahirannya. Warga Masyarakat Sunni mau menerima aliran Syiah dengan tetap tinggal di daerahnya (Madura) asalkan ia mau bermadzab mengikuti aliran Sunni. Mayoritas di Madura adalah penganut aliran Sunni, maka yang menjadi arah kiblat dalam berkeyakinan menganut 4 madzab yakni Imam Maliki, Imam hanbali, Imam Syafi’i, dan Imam Hanafi serta percaya bahwa Allah adalah tuhannya dan Nabi Muhammad sebagai utusannya (menyampaikan risalah kepada umat). Namun yang dipermasalahkan ketika melihat penyimpangan yang ada disekitarnya, sehingga ia memandang bahwa ajaran yang ada pada kaum minoritas di desanya dianggap salah karena tidak sesuai dengan keyakinannya. Kaum Sunni di Madura menganggap bahwa segi ibadah Syiah di Madura menyimpang, tidak sesuai dengan aliran Syiah pada umumnya, akhirnya ia menegur dengan sikapnya, agar ajarannya di berhentikan. Pada awalnya Raisul Hukama juga mengikuti aliran Syiah, namun ada permasalahan yang membuatnya keluar dari aliran Syiah. Permasalahan ini banyak yang membahas bahwa Raisul Hukama menginginkan untuk berpoligami namun dilarang oleh kakaknya (Tajul Muluk) dan ada juga yang mengaitkan masalah ini dengan seorang bernama Abdul Latif yang mana ia meminta tolong kepada Tajul Muluk untuk melamar seorang wanita murid dari Raisul Hukama tetapi Raisul Hukama tidak terima karena ingin menikahinya. Permasalah ini akhirnya dibawa sampai ke lingkup agama dan menjadi ranah publik. Wawasan untuk memecahkan berbagai konflik harus tetap tertangani. Warga Nasional Indonesia memiliki pedoman yakni berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan yang menggambarkan bahwa tak peduli beraneka macam tetapi bersatu adalah penguat bagi bangsa untuk tetap kuat. Pembahasan ini mengarah pada rasa kesadaran manusia, perlu adanya toleransi terhadap isu-isu sosial yang berdampak pada terputusnya hubungan sosial sebagai manusia yang saling membutuhkan satu sama lain. Penulisan ini sebagai pengingat bagi semuanya agar tetap menjaga kerukunan antar sesama makhluk sosial dan tetap bersikap toleransi terhadap manusia di sekitar kita. Penghujung dari sebuah permasalahan adalah dampak-dampak yang terjadi pada kaum Madura sendiri. Ia kehilangan saudara sedaerahnya sehingga harus berpisah. Permasalahan hadir di Madura sekitar pada tahun 2006, dan terus berkelanjutan hingga pada tahun 2012. Puncak pertengkaran pada permasalahan ini adalah pembakaran rumah warga Syiah yang dibakar oleh komunitas anti-Syiah, kasus terjadi pada hari Ahad 26 Agustus 2012. Perbedaan ideologi ini menjadikan terputusnya segala rasa kasih terhadap saudaranya sendiri. Konflik yang terjadi karena adanya omongan dari mulut ke mulut tanpa adanya melihat langsung apa yang dilakukan penduduk aliran Syiah, akibatnya warga Sunni langsung mengatakan aliran sesat, kafir , dan menyatakan perbuatannya menistakan agama. Selain itu faktor kemiskinan dan pendidikan merosot semakin meningkat. Permasalahan ini hingga ditangani oleh berbagai pihak dari daerah, provinsi, hingga ditingkat Nasional. Konflik ini dipicu karena pimpinan Syiah yang mengajarkan dakwah dengan cara yang kurang sepadan dengan masyarakat lain di tempatnya, kurangnya penyaringan dalam mentransfer ilmu sehingga ketika mendengar ataupun melihat ustadz yang dilihat ilmu lebih tinggi ia terlalu percaya disertai dengan kefanatikan berlebih dalam mempercayainya hingga riwayat hidup hilang dari jiwanya. Saling mencela, mengejek, serta memfitnah satu sama lain. Pernyataan yang diberikan terhadap warga Syiah jikalau tidak mau bertobat atau kembali pada aliran dulu ia takkan dapat hidup di daerahnya kembali dan memiliki kebun ladang yang ada di tanah kelahirannya. Pada akhirnya keputusan yang dinobatkan sebagai akhir permasalahan, MUI Sampang menganggap Syiah aliran sesat dan harus di usir. Penempatan yang saat ini masih digunakan untuk tempat tinggal, berdoa, dan bersandar hingga ajal menjemput adalah di desa Jemundo (Puspa Agro) Sidoarjo. Pemukimannya atau disebut rusunawa berdekatan dengan rusunawa yang ditinggali orang asing dari berbagai negara yang telah lama mereka tinggal disitu karena kehilangan arah untuk kembali ke Negaranya. Sebagai Refleksi yang perlu digaris bawahi adalah berpegang teguh pada ajaran merupakan barometer kwalitas beragama seseorang. Kwalitas beragama dilihat dari sejauh mana kemaslahatan keumatan umat dikedepankan serta menjaga keberlangsungan durriyah atau keturunan harus dijaga sehingga upaya pemahaman perbedaan adalah rahmat sangat penting dibumikan disetiap masa. Membangun kebinekaan , pluralis dan kebersamaan sangat penting sebagai upaya menjaga kestabilan berbangsa dan bernegara serta memastikan nilai nilai keagamaan benar benar menjadi pondasi dalam proses sosial kemasyarakatan.Tags : Artikel

Fatayat NU Jatim
Seo Construction
I like to make cool and creative designs. My design stash is always full of refreshing ideas. Feel free to take a look around my Vcard.
- Fatayat NU Jatim
- 24 April 1950
- Jl. Masjid Al Akbar Timur No. 9 Surabaya
- jatimfatayatnu@gmail.com
- (031) 8291052
Posting Komentar